Menyelesaikan Konflik Agraria Dengan Rasa dan Nurani
14 Juli 2020InfoSAWIT, JAKARTA – Adanya tumpukan kasus konflik agraria menyiratkan pertanyaan tentang keefektifan pendekatan resolusi konflik yang digunakan. Bagaimana pendekatan resolusi konflik diterapkan dalam membantu para pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan damai di antara mereka, dan bahkan menuju kerjasama yang diharapkan bersifat jangka panjang.
Conflict Resolution Unit (CRU) bekerja sama dengan Program Forest and Climate Change (FORCLIME) memprakarsai proyek pendokumentasian pengalaman dan pembelajaran mediasi multipihak dalam upaya pengelolaan dan penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Dokumentasi ini mencoba merekam pembelajaran dari pengalaman mediasi dan sekaligus membuat analisis kritis pengalaman tim mediator yang terlibat yang didukung baik oleh CRU maupun oleh FORCLIME. Hasil pendokumentasian dan pengkajian tersebut disusun menjadi sebuah buku berjudul “Seka Sengketa”.
Mediasi sebagai sebuah metode penyelesaian konflik menjadi efektif ketika dijalankan dengan memperhatikan tahapan atau prinsip-prinsip mediasi seperti kerahasiaan, imparsial, dan independen, serta mempertimbangkan aspek lain seperti nilai-nilai yang dipegang oleh para pihak, kondisi para pihak atau yang lainnya. Aspek lain tersebut bisa beragam dan berbeda di antara satu kasus dengan kasus lainnya.
Karena itulah, catat pihak CRU, mediasi adalah sebuah seni penyelesaian konflik, yang perlu didukung upaya pemutakhiran pengetahuan. Seni, karena setiap proses mediasi untuk menyelesaikan konflik mengedepankan tidak hanya akal sehat, tetapi juga rasa dan nurani, serta mempertimbangkan keunikan dari setiap kasus. Dan karena konflik sangat beririsan dengan emosi para pihak, mediator dituntut untuk senantiasa berempati dan secara kreatif terus berusaha menemukan pilihan-pilihan kesepakatan yang dapat membantu para pihak menyelesaikan permasalahannya.
Dari informasi didapat InfoSAWIT, Di dalam buku ini terdapat delapan studi kasus penyelesaian konflik lahan dan sumber daya alam dengan objek maupun subjek konflik yang beragam. Dokumentasi ini juga diperkaya dengan analisis lintas kasus untuk metodologi dan kebijakan. Setiap kasus menyediakan pembelajaran pada setiap tahapan proses mediasi.
Selain itu, pengkajian juga mencakup aspek manajerial dukungan kepada proses penyelesaian konflik, yang sangat terkait dengan kemampuan dan ketersediaan waktu dan sumber daya. Dimulai dari pemilihan kasus, penapisan kasus, asesmen untuk melihat kelayakan kasus untuk dimediasi, proses mediasi hingga monitoring hasil kesepakatan.
Tujuh dari kasus yang ditulis di dalam buku ini adalah kasus penyelesaian konflik yang didukung oleh CRU dan FORCLIME, sementara satu kasus merupakan contoh bagaimana suatu pendekatan resolusi konflik digunakan dalam pengembangan usaha.
Khusus untuk sektor sawit, dalam sebuah penelitian dilakukan Daemeter untuk CRU, menunjukkan bahwa kerugian berwujud yang langsung dialami bisnis kelapa sawit akibat dari konflik sosial dapat mencapai US$ 2,5 juta, mewakili 51% hingga 88% dari biaya operasional perkebunan kelapa sawit, atau 102% hingga 177% dari biaya investasi per hektar per tahun.
Kerugian biaya terbesar disebabkan hilangnya pendapatan operasional perkebunan dan waktu kerja para karyawan yang dialokasikan untuk menanggulangi konflik sosial tersebut.
Penelitian ini juga memperlihatkan kerugian biaya “tersembunyi” (intangible) yang mencapai US$ 9 juta berupa kerugian tidak langsung akibat risiko konflik yang berulang atau konflik yang memburuk, kerugian akibat memburuknya reputasi bisnis dan risiko kekerasan terhadap harta benda dan manusia. (T2)
Penelitian & Dokumentasi: Seka Sengketa Pergulatan Pengamanan Resolusi Konflik