Itikad Baik Para Pihak: Kunci Proses Mediasi
27 Desember 2022Teman-teman yang budiman, sering kali kami mendapatkan pertanyaan “apa saja yang menjadi prasyarat utama yang harus dipenuhi untuk kelayakan suatu upaya pengelolaan konflik melalui mediasi?” Dan bagaimana memenuhi prasyarat itu untuk membuat proses penanganan konflik menjadi lebih efektif. Banyak prasyarat yang harus dipenuhi dan banyak faktor yang bisa mempengaruhi, namun semua itu akan lebih baik jika bisa dimulai dengan itikad baik para pihak untuk berdamai, setidaknya, salah satu pihak dari mereka.
Lalu bagaimana kita mengetahui adanya itikad baik itu? Salah satu indikator adalah siapa yang meminta keterlibatan mediator atau lembaga mediasi. Jika permintaan penanganan konflik diajukan oleh para pihak itu sendiri, dapat dipastikan bahwa proses penanganan konflik akan berjalan lebih efektif karena hal itu menunjukkan kesungguhan para pihak yang berkonflik untuk menemukan jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Dan dapat diharapkan bahwa proses pengkajian, perundingan, hingga pelaksanaan kesepakatan damai yang berangkat dari kesungguhan tersebut akan berlangsung lebih efisien dengan hasil yang dapat diterima oleh semua pihak yang berkonflik.
Sayangnya, pada praktiknya, kasus-kasus konflik lahan dan kekayaan alam yang ditangani CRU kebanyakan tidak diajukan oleh para pihak itu sendiri; ada yang diajukan oleh pihak pendamping, ada juga yang diajukan oleh instansi pemerintah, atau pihak perusahan. Jika kasus diajukan oleh pihak ketiga di luar para pihak maka langkah yang perlu ditempuh cukup panjang; kami perlu menemui satu-per satu para pihak tersebut untuk menjelaskan maksud dan tujuan proses mediasi dan meminta persetujuan mereka untuk berpartisipasi dalam upaya penyelesaian konfliknya, dan proses ini bisa memakan waktu dan energi yang banyak. Tidak jarang pula dalam proses itu salah satu pihak merasa tidak ada konflik atau bahkan seluruh para pihak tidak merasa berkonflik sehingga proses mediasi pun tidak dilangsungkan.
Seringkali juga CRU memperoleh permintaan penanganan kasus hanya dari salah satu pihak yang berkonflik. Ini tentu lebih lebih baik ketimbang permintaan itu datang dari pihak ketiga. Tentu, jika kasus diajukan oleh salah satu pihak saja, maka kami masih harus menemui pihak lainnya untuk meminta persetujan pengananan kasus sebelum melangkah ke proses selanjutnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika itikad penyelesaian konflik sudah ada pada para pihak yang berkonflik maka satu langkah penting dalam proses awal telah terselesaikan yakni persetujuan para pihak untuk menyelesaikan permasalahan di antara mereka. Artinya pula, kedua pihak tersebut telah menyadari adanya konflik di antara mereka. Hal ini penting karena berangkat dari kesadaran akan adanya konflik serta itikad untuk menyelesaikan konflik tersebut, beberapa prasyarat dasar untuk memulai perundingan mediasi telah terpenuhi.
Apakah dengan adanya itikad baik itu dengan serta-merta proses penyelesaian konflik dapat ditempuh dengan mudah? Ya, tetapi hanya jika itikad baik tersebut terjaga hingga akhir proses. Tetapi dalam beberapa kasus kami menemui bahwa kesungguhan para pihak ini terganggu oleh berbagai hal lain yang bisa jadi berada di luar kepentingan para pihak. Misalnya gangguan dari pihak yang merasa kepentingannya terganggu ketika para pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan masalah mereka melalui mediasi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa seringkali dalam suatu konflik lahan dan kekayaan alam ada cukup banyak kepentingan pihak-pihak lain selain para pihak yang memperumit masalah dan dapat mengikis itikad baik dan motivasi mereka. Bahkan bisa terjadi bahwa gangguan bersumber dari pihak di luar para pihak yang merasa berkepentingan namun tidak dilibatkan sebagai bagian dari salah satu pihak.
Karena hal itu, menjadi tanggung jawab penyelenggara penanganan konflik, termasuk mediator, dan/atau asesor, untuk merawat itikad baik para pihak ini sejak awal. Hal tersebut penting untuk membangun proses yang kondusif bagi para pihak untuk bisa terus berunding menyelesaikan masalah, mediator memiliki tanggung jawab untuk memandu proses agar menghasilkan solusi terbaik bagi para pihak. Karenanya mediator dituntut untuk peka terhadap berbagai hal yang potensial menjadi gangguan proses mediasi termasuk hal-hal yang dapat melemahkan itikad baik para pihak, untuk kemudian mencari solusi kreatif untuk mengatasinya.
Singkatnya, jika kita menginginkan suatu proses mediasi berjalan efisien dari segi penyelenggaraannya dan dapat mencapai kesepakatan yang bisa diterima oleh para pihak, maka adanya itikad baik penyelesaian konflik para pihak adalah awal mula yang sangat baik, dan itikad itu perlu dipelihara sepanjang proses.
Foto oleh Asnidamawarni Sitiawan.