Komunikasi yang Jujur untuk Menyelesaikan Konflik
29 Maret 2018Conflict Resolution Unit (CRU) bersama KADIN Indonesia dan Yayasan Penabulu kembali menyelenggarakan lokakarya Strategi Pengembangan Sistem Penyelesaian Konflik yang Efektif bagi Sektor Usaha Berbasis Lahan. Pada kesempatan kali ini, lokakarya diperuntukkan untuk pelaku usaha pada sektor berbasis lahan di Palembang. Sebanyak 19 orang perwakilan perusahaan berbasis lahan yang beroperasi di Palembang, Sumatera Selatan berpartisipasi dalam lokakarya tersebut.
Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sejarah usaha berbasis lahan baik tambang maupun perkebunan. Karena itulah Sumatera Selatan dipilih sebagai salah satu lokasi penyelenggaraan lokakarya penyelesaian konflik bagi sektor usaha berbasis lahan.
Pada kesempatan kali ini, Husyam, M.Si, dari KADINDA Sumatera Selatan berkesempatan membuka acara lokakarya. Husyam mengapresiasi inisiatif penyelenggaraan lokakarya ini sebagai ruang berbagi untuk berdiskusi maupun bertukar informasi ataupun ilmu yang berkaitan dengan perkembangan sektor usaha di Sumatera Selatan. “Kali ini kita akan berdiskusi tentang konflik dan penyelesaiannya, yang pernah kita alami, saling menceritakan”, kata Husyam dalam sambutannya.
Sementara itu John Pieters Nazar, Ketua LEMBIS (Lembaga Mediasi Bisnis) KADIN Indonesia menyatakan bahwa KADIN Indonesia memperhatikan dengan serius perkembangan upaya penyelesaian konflik di Indonesia. Bentuk keseriusan tersebut berbuah pada pendirian Lembaga Mediasi Bisnis (LEMBIS) yang juga dibentuk sebagai dukungan pada upaya pemerintah dalam mensosialisasikan mediasi. “Ini untuk mendukung anjuran pemerintah yang menganjurkan agar sengketa-sengketa terkait bisnis tidak selalu harus berakhir di pengadilan, tapi bisa diselesaikan dengan cara lain dan sekarang trennya pemerintah menganjurkan mediasi”, terangnya.
Dalam rangkaian kegiatan lokakarya sehari ini, fasilitator Tommy Kristiawan dan Yuniawan menggunakan pendekatan visualisasi dan bercerita kembali untuk menggali pengalaman dan diskusi terkait penyelesaian konflik dari masing-masing peserta. Pemberian materi oleh Godwin Limberg dari Daemeter Consultant ikut menghangatkan suasana diskusi.
Godwin Limberg dari Daemeter Consultant hadir sebagai pemateri yang memberikan pengayaan tentang hasil studi biaya konflik dari sektor kelapa sawit. Hasil studi tersebut menyebutkan biaya konflik berwujud yang ditanggung oleh perusahaan di sektor kelapa sawit dapat mencapai 50 % – 80% dari biaya operasional kebun. Sementara biaya tak berwujud jauh lebih besar.
Seorang peserta, Fauzan menanggapi hasil temuan tersebut dengan pengalamannya di lapangan. “Untuk masuk ISPO, perusahaan harus tapi persyaratan susah, kami jadi habis energi. Jika ada tolak ukur seperti ini, berapa besar biaya atau jika tidak komposisinya bisa membantu membuatkan formula untuk mencegah terjadinya konflik, jelasnya.
Sementara seorang peserta lokakarya lainnya menyatakan hasil studi ini dapat memberikan pengaruh pada kepastian usaha. “Dengan adanya formula tersebut, untuk mencegah atau bisa juga mungkin menyelesaikan konflik, bisa menarik investor karena adanya kepastian berusaha”, ujarnya.
Diskusi hangat tersebut terus bergulir dipandu oleh para fasilitator. Seluruh peserta dikelompokkan menjadi dua kelompok besar. Setiap peserta mendapat kesempatan untuk menggali hal-hal yang pernah dilakukannya untuk menyelesaikan konflik di tempat bekerja dan kemudian menceritakannya dengan metode bergilir dalam kelompok.
Salah seorang peserta menceritakan pengalamannya tentang proses perundingan yang idealnya dilandasi nilai kejujuran. “Komunikasi antar para pihak harus jujur, saling menceritakan tanpa berlebih dan tanpa menutupi hal-hal yang harus dikemukakan, hanya dengan ini proses perundingan dapat berjalan efektif,” ujarnya.
Sementara seorang peserta lainnya menceritakan pengalamannya sebagai staf HRD (Human Resources Department/Sumber Daya Manusia) yang walaupun jarang bersinggungan dengan urusan penyelesaian konflik dengan pihak luar perusahaan namun bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik internal. Menariknya, konflik internal yang harus ditanganinya kerap melibatkan konflik antara staf perusahaan pendatang dengan staf perusahaan yang berasal dari daerah atau kerap disebut sebagai putra daerah. Hal yang mana sering juga dijumpai pada konflik antara perusahaan (pendatang) dengan masyarakat setempat (putra daerah).
Lokakarya sehari ini ditutup oleh apresiasi dari para peserta yang merangkai poin-poin dalam diskusi ke dalam kolaborasi presentasi unik, bergaya rap. Seperti rangkaian lokakarya KADINDA sebelumnya, lokakarya sehari di Palembang ini bertujuan mengumpulkan hal-hal penting yang dapat digunakan dalam mengembangkan sistem penyelesaian konflik untuk perusahaan berbasis lahan yang sedang disusun oleh KADIN Indonesia.(RN/CRU)
Keterangan foto: Salah satu peserta dalam lokakarya Strategi Penyelesaian Konflik yang Efektif bagi Sektor Usaha Berbasis Lahan di Palembang pada hari Rabu, 28 Maret 2018.