KPKSDA 11: Diskusi pada Sistem Pengaduan dan Fasilitas Penyelesaian Sengketa RSPO
17 Februari 2017CRU bersama RSPO mengadakan pertemuan Komunitas Penyelesaian Konflik Sumber Daya Alam (KPKSDA) ke -11 pada hari Kamis, 16 Februari 2017 di Jakarta. Pertemuan KPKSDA merupakan pertemuan rutin untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam hal penyelesaian konflik sumber daya alam dan lahan.
CRU bersama RSPO mengadakan pertemuan Komunitas Penyelesaian Konflik Sumber Daya Alam (KPKSDA) ke -11 pada hari Kamis, 16 Februari 2017 di Jakarta. Pertemuan KPKSDA merupakan pertemuan rutin untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam hal penyelesaian konflik sumber daya alam dan lahan. Pertemuan ini terbuka untuk berbagai pihak yang memiliki perhatian dalam hal penyelesaian konflik.
Pada kesempatan ini sebanyak kurang lebih 20 peserta menghadiri diskusi dengan topik prosedur pengaduan dan fasilitas penyelesaian sengketa RSPO. Peserta tersebut merupakan perwakilan dari lembaga masyarakat, perusahaan dan lembaga mediasi yang banyak terlibat dalam proses penyelesaian konflik sumber daya alam dan lahan di Indonesia.
RSPO yang dibentuk pada tahun 2006 memiliki fokus kerja utama untuk membuat standar kerja dan sertifikasi produksi minyak sawit yang berkelanjutan. Termasuk didalamnya pengembangan sistem penyelesaian sengketa salah satunya adalah sistem pengaduan (complaint system) dan fasilitas penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Facility/DSF).
Secara garis besar, prinsip pengaduan pada RSPO yaitu menerima dan memproses pengaduan, menjunjung tinggi prinsip keadilan dan transparansi, tidak memihak serta memberikan dukungan fasilitasi proses penyelesaian pengaduan.
Dengan semakin berkembangnya konflik-konflik yang masuk dalam sistem pengaduan RSPO, saat ini RSPO menawarkan penanganan dalam bentuk mediasi khususnya pada konflik yang terkait dengan land tenure. Pilihan ini didasarkan oleh prosedur proses mediasi yang dapat memastikan pelibatan para pihak dengan lebih baik sehingga kepentingan para pihak lebih terakomodir.
Walaupun demikian, implementasi prosedur mediasi di lapangan dengan panduan penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Facility) yang dimiliki oleh RSPO tidak serta merta berpadu. Demikian diungkapkan oleh salah satu peserta yang berasal dari Pusat Mediasi Nasional.
“DSF (Dispute Settlement Facility) memiliki birokrasi yang cukup panjang, kasus yang masuk akan dicatat dulu ke dalam Sistem Pengaduan sehingga kemungkinan besar, asesmen akan berlangsung dua kali. Hal yang mana kurang efisien dan menimbulkan ketidaknyamanan dari para pihak karena harus memberikan keterangan berulang.” terangnya.
Terlepas dari keterbatasan prosedurnya, sebagai suatu inisiatif tanpa paksaan, RSPO merupakan salah satu contoh sistem penanganan pengaduan yang digunakan di banyak negara dan bidang ekonomi di seluruh dunia untuk memberi jalan bagi masyarakat yang terdampak oleh kegiatan bisnis transnasional. Prosedur pengaduan RSPO melengkapi sistem pengaduan yang telah ada atau dikembangkan oleh perusahaan.
Dalam banyak kasus, tidak semua pihak nyaman bertemu langsung dengan perusahaan atau satu pihak yang ingin agar pengaduan dilanjutkan agar perusahaan mendapatkan sanksi. Dalam kondisi demikian pihak pelapor biasanya memilih sistem pengaduan RSPO, terang perwakilan RSPO.
Suatu analisis dan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan sistem pengaduan maupun penyelesaian sengketa akan berguna untuk melihat keterbatasan dari suatu upaya untuk menyelesaikan persoalan seperti pada sistem pengaduan RSPO ini.
Sedangkan keberadaan forum komunikasi seperti KPKSDA sendiri mendukung adanya ruang belajar yang dapat mendukung proses komunikasi dan dialog antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam menangani sengketa khususnya terkait sumber daya alam dan lahan. (RN/CRU)