Rentang dan Cakupan Peran Mediator
27 September 2022Tidak dapat dipungkiri bahwa peran mediator dalam proses penyelesaian konflik melalui mediasi sangat krusial. Namun salah satu pertanyaan yang muncul adalah, sampai sejauh mana peran seorang mediator atau lembaga penyelenggara mediasi dalam suatu proses penanganan konflik?
Pertanyaan ini sering kami dengar dari sesama pegiat penyelesaian konflik, sahabat mediator sendiri, hingga dari para pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Ada anggapan bahwa mediator adalah penjaga perdamaian sehingga harus terus ada dalam interaksi diantara para pihak sampai para pihak menyepakati penghentian konflik. Jika kemudian tercapainya kesepakatan ternyata belum benar-benar menyelesaikan konflik karena butir-butir kesepakatan itu belum atau tidak dilaksanakan, maka pertanyaan pembuka Layang Damai ini menjadi penting untuk dijawab.
Satu hal pasti yang telah kami pelajari dalam proses penanganan konflik, adalah bahwa menangani konflik melibatkan proses yang panjang dan seringkali berliku. Tercapainya suatu kesepakatan barulah langkah awal dari proses penanganan konflik yang sesungguhnya. Siapa yang memantau dan memastikan bagaimana para pihak selanjutnya menjalankan butir-butir kesepakatan penghentian konflik? Apakah peran mediator masih diperlukan?
Ada pendapat yang menyatakan bahwa peran mediator tetap diperlukan selama butir-butir kesepakatan penghentian konfliknya belum benar-benar dilaksanakan. Masalahnya kemudian adalah bahwa pelaksanaan kesepakatan menyangkut kapasitas di luar ranah keahlian dan kecakapan mediator ataupun lembaganya. Karena itu, walaupun pendampingan teknis kemudian ternyata diperlukan, hal itu sebaiknya menjadi peranan pihak lain yang memang memiliki kemampuan, keahlian dan kecakapan yang relevan.
Bukan tidak mungkin bahwa pada saat pelaksanaan kesepakatan masih terjadi konflik di antara para pihak, sehingga peranan mediator tetap diperlukan. Komprominya dalam hal ini adalah bahwa mediator tetap memantau pelaksanaan kesepakatan dan bersedia berperan untuk memediasi konflik tersebut apabila memang terjadi dan diminta oleh para pihak. Inilah yang kemudian dilakukan oleh CRU.
Pertanyaan selanjutnya, sampai sedalam apa keterlibatan mediator dalam proses penanganan konflik? Terkadang rasa lelah dan frustasi karena telah berkonflik begitu lama, membuat para pihak menaruh harapan terlalu besar kepada mediator, dan bahkan berharap ia mampu menyediakan solusi untuk mengakhiri konflik mereka. Baik mediator dan juga para pihak perlu menyadari, mediator bukanlah penyedia solusi melainkan fasilitator yang bertanggung jawab membangun proses dialog dan musyawarah, termasuk di dalamnya membangun dan memelihara suasana kondusif yang memungkinkan para pihak untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Proses yang baik ditandai dengan terbangunnya kepercayaan dari para pihak akan proses penanganan konflik yang dimulai dengan adanya rekognisi atau pengakuan para pihak tentang keberadaan konflik yang dihadapi, hingga tumbuhnya komitmen masing-masing pihak untuk menangani konflik tersebut. Proses yang baik ini perlu dipelihara oleh mediator sepanjang proses penanganan konflik.
Salah satu hal yang menurut kami penting dalam memelihara proses ini adalah terkait penyampaian informasi awal. Sejak awal proses, adalah peran mediator untuk memastikan para pihak mendapatkan informasi secara lengkap dan jelas serta mampu menyampaikan persetujuan atau pun ketidaksetujuan secara bebas dan tanpa paksaan. Dimulai dari proses mediasi yang akan dijalani, permasalahan yang mereka hadapi, norma-norma selama proses perundingan, poin kesepakatan penyelesaian konflik hingga bagaimana menjalankan poin kesepakatan yang telah mereka setujui. Dengan ini, para pihak yang berkonflik memasuki proses mediasi dengan pengetahuan yang memadai dan seimbang untuk menuju kesepahaman dan kesepakatan penyelesaian konfliknya.
Kami kira, demikianlah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh mediator untuk bisa menjalani perannya sesuai amanah. Bagaimanapun cakupan dan masa berperannya mediator/lembaga penyelenggara mediasi perlu dibatasi karena berbagai keterbatasan nyata seperti keterbatasan sumberdaya serta tugas dan tanggungjawab pada kasus lain. Harapannya adalah bahwa dari pengalaman kerjasama dalam penanganan konflik yang telah ditempuh serta hubungan baik yang telah terjalin para pihak telah cukup mampu untuk menangani konflik-konflik antara mereka yang mungkin terjadi dikemudian hari. Jika kemampuan itu telah ada, pada saat itulah peran mediator dapat dikatakan telah selesai.
Kredit foto oleh Mattanin.